Kamis, 21 Oktober 2010

PENGERTIAN PAUD

PAUD adalah ....

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

PAUD merupakan salah satu jenis Pendidikan luar Sekolah (PLS) termasuk pada satuan kelompok belajar tetapi bukan merupakan persyaratan masuk TK atau SD.

PAUD merupakan salah satu bentuk usaha kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan bermain yang menyelanggarakan pendidikan prasekolah bagi anak usia 3 tahun sampai memasuki Pendidikan Dasar (Penjelasan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah Pasal 6, ayat 1)

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan anak usia dini adalah sebuah jurusan yang mendidik anak-anak yang masih berusia dini atau masih berumur 5 sampai 10 tahun.

PAUD adalah pendidikan luar sekolah seperti Kelompok Bermain dan Penitipan Anak, yang umumnya berjalan sendiri-sendiri dengan polanya masing-masing, sedangkan PADU adalah pendidikan sekolah seperti Taman Kanak-kanak (TK), yang sudah mulai dibina dan diasuh oleh Depdiknas.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang intelektualitas anak demi mempersiapkan mereka masuk sekolah

Suatu Proses pembinaan tumbuh kembang anak sejak lahir hingga usia 6 th secara menyeluruh yang mencakup aspek fisik & non fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani, motorik, akal fikiran, emosional dan sosial yang tepat dan benar, agar tumbuh dan berkembang secara optimal.

LANDASAN PENDIDIKAN

LANDASAN SOSIOLOGIS DAN ANTROPOLOGIS PENDIDIKAN


A. Individu, Masyarakat, dan Kebudayan

Individu adalah manusia perseorangan sebagai kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki pebedaan yang unik, serta bebas mengambil keputusan atau tindakan atas pilihan dan tanggung jawabnya sendiri (otnom). Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan bekerja bersama sebagai kesatuan sosial yang menghasilkan kebudayaan. Empat unsur masyarakat , yaitu :
1. Manusia yang hidup bersama
2. Adanya interaksi sosial yang cukup lama
3. Mempunyai kesadaran sebagai satu kesatuan
4. Menghasilkan kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan mililk diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1985).Terdapat tiga jenis wujud dari kebudayaan, yaitu :
1. Sebagai satu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dsb
2. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
3.
Sebagai benda-benda hasil karya manusia


Antara individu, masyarakat, dan kebudayaannya tak dapat dipisahkan. Hal ini sebagaimana kita maklumi bahwa setiap individu hidup bermasyarakat dan berbudaya, adapun masyarakat terbentuk dari individu.
Untuk memenuhi kebutuhan, setiap individu maupun kelompk melakukan interaksi sosial yang didalamnya melakukan berbagai tindakan sosial, yaitu perilaku individu dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain. Masyarakat menuntut hal tersebut tiada lain agar tercipta konformitas, yaitu bentuk interaksi yang didalamnya setiap individu berperilaku terhadap individu lainnya sesuai yang diharapkan masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan tingkah laku. Apabila terjadi penyimpangan tingkah laku, maka masysarakat akan mengucilkannya bahkan melakukan pengedalian sosial (social control), yaitu apa yang didefinisikan Peter L. Berger sebagai cara masyarakat untuk menertibkan anggotanya.

B. Pendidikan : Sosialisasi dan Enkulturasi
Ditinjau dari sudut masyarakt, sosialisasi dan enkulturasi merupakan fungsi masyarakat dalam rangka mengantarkan setiap individu ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Dari sudut individu, dalam proses sosialisasi dan enkulturasi setiap individu sesuai dengan staatusnya dituntu untuk belajar tentang berbagai macam peranan dalam konteks kebudayaanmasyarakatnya, sehingga mereka mampu hidup berbudaya dan bermasyarakat.
Menurut Peter L. Berger “sosialisasi adalah proses anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisiapsi dalam masyarakat. Sedangkan enkulturasi adalah proses individu belajar cra berpikir, bertindak yang mencerminkan kebudayaan masyarakat.
Dalam kehidupan riil, sosialisasi inherent dengan kebudayaan , sebab kebudayaanlah yang menentukan arah dan cara- cara sosialisasi yang dilaksanakan masyarakat. Karena itu, proses sosialisasi terjadi juga proses enkulturasi (pembudayaan). Dari sudut sosiologi, dan pendidikan identik dengan sosialisasi. Sedangka dari sudut antropologi, pendidikan identik dengan enkulturasi.


C. Pendidikan Sebagai Pranata Sosial
Pranata sosial adalah perilaku terpola yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Pranata pendidikan merupakana salah satu pranata sosial dalam prses sosialisasi dan/atau enkulturasiuntuk mengantarkan individu ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, serta menjaga kelangsungan eksistensinya.

D. Pendidikan Informal, Formal, dan Nonformal
1. Pendidikan Informal
Pendidikan Informal adalah pendidikan yang berlangsung secara wajar di lingkungan hidup sehari-hari. Contohnya di dalam keluarga, pergaulan anak sebaya, dll. Pengetahuan yang dipelajari contohnya sikap, norma-norma, nilai-nilai, adat kebiasaan keterampilan.
a. Pendidikan Informal dalam Keluarga
Tujuan dari pendidikan dalam keluarga ialah agar anak menadi pribadi yang mantap, bermoral dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Sedangkan fungsinya sebagai peletak dasar dan persiapan ke arh kehidupan anak dalam masyarakatnya.
Keluarga merupakan Lingkungan pendidikan yang bersifat informal, artinya suatu keluarga dibangun bukan pertama-tama sebagai pranata pendidikan. Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga berlangsung tidak dengan cara-cara formal an artificial, melainkan melalui cara dn suasanan yang wajar.
b. Pendidikan Informal dalam Masyarakat
Berlangsung melalui adat kebiasaan, upacara adat, permainan, pagelaran kesenia yang mengandung pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma, sikap keterampilan, dll.

2. Pendidikan Formal (Sekolah)
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Komponen utama sekolah, yaitu :
1) Peserta Didik
2) Guru
3) Kurikulum
Redja Mudyahardjo (Odang Muchtar, 1991) mengemukakan bahwa sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah mempunyai karakteristik :
1) Sekolah mempunyai fungsi tugas atau fungsia khusus dalam pendidikan untuk mencapai tujuan kurikuler (intern) dan mencapai tuuan institusional (ekstern).
2) Sekolah mempunyai tatanan nilai dan norma
3) Sekolah mempunyai program yang terorganisasi dengan ketat
4) Kredensials dipandang penting baik dalam penerimaan siswa baru maupun untuk menunjukkan bukti kelulusan
Beberapa fungsi pendidikan sekolah ialah sebagai tranmisi kebudayaan masyarakat sebagai sosialisasi, sebagai intregasi sosial, pengembanga kepribadia anak, persiapan untuk suatu pekerjaan, dan pentranformasian masyarakat dan kebudayaan.Perbedaan aturan yang dipelajari anak di sekolah dan di keluarga menurut Robert Dreeben (1968) terletak pada kemandirian (independence),prestasi (achievement), universalisme, dan specifity.

3. Pendidikan Nonformal
Pendidikan Nonformal ialah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang yang biasanya terjadi di pelatihan, lembaga kursus, kelompk belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklim, dll.Pendidikan nonformal berfungsi mengembangjan poternsi pesarta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilam fungsinal seta pengembangan sikap dn kepribadian professional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidiakan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pembedayaan perempuan,pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikankesetaraan.

E. Pendidikan, Masyarakat, dan Kebudayaaan
Terdapat hubungan timbal balik antara pendidikan dengan masyarakat dan kebudayaannya. Masyarakat dan kebudayaannya menyediakan atau memberikan sumber-sumber input bagi pranata pendidikan dan menerima output dari pranata pendidikan. Dua fungsi utama pranata pendidikan yaitu :
a) Fungsi Konservasi
Pranata pendidikan berfungsi untuk mewariskan atau melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat dan atau mempertahankan kelangsungan eksistensi masyarakat.
b) Fungsi Inovasi/Kreasi/Transformasi
Pranata pendidikan berfungsi untuk melakukan perubahan dan pembaharuan masyarakat masyarakat beserta nilai-nilai budayanya.

F. Pola – Pola Kegiatan Sosial Pendidikan
1. Pola Nomothetis
Pola Nomothetis mengutamakan fungsi dimensi tingkah laku yang bersifat normative/nomothetis daripada fungsi tingkah laku ideografis. Tingkah laku pendidik dan pesrta didik akan lebih mengutamakan tuntutan-tuntutan institusi, peranan-peranan yang seharusnya, dan harapan-harapan sosial.Pendidikan berdasarkan pola nomothetis mempunyai pengertian sebagai sosialisasi kepribadian dan dipandang sebagai upaya pewarisan nilai-nilai sosial kepada generasi muda.
2. Pola Ideografis
Pendidikan mempunyai pengertian sebagai personalisasi peranan yaitu upaya membantu seseorang untuk mengetahui dan mengembangkan pengetahuan.
3. Pola Transaksional
Lebih mengutamakan keseimbangan berfungsinya dimensi tingkah laku nomothetis dan tingkah laku ideografis. Berdasarkan pola ini, pendidikan dipahami sebagai suatu system sosial yang mempunyai ciri :
• Mengenal tujuan-tujuan system
• Harapan sosial bersifat rasional
• Individu mempunyai kelompok dengan suasana emosional yang sama

G. Pola Sikap Guru kepada Siswa dan Implikasinya terhadap Fungsi dan Tipe Guru

David Hargreaves mengemukakan tiga kemungkinan pola sikap guru terhadap muridnya serta implikasinya terhadap fungsi dan tipe/kategori guru :
• Guru berasumsi bahwa muridnya belum menguasai kebudayaan, sedangkan pendidikan diartikan sebagai enkulturasi (pembudayaan). Implikasinya maka tugas dan fungsi guru adalah menggiring muridnya untuk mempelajari hal-hal yang dipilihkan guru. Tipe guru ini dinamakan sebagai penjinak atau penggembala singa
• Guru berasumsi bahwa muridnya mempunyai dorongan untuk belajar yang harus menghadapi materi yang baru, cukup berat dan kurang menarik. Implikasinyatugas guru adalah membuat pengajaran menjadi menyenangkan, menarik, an mudah. Tipe guru ini dinamakan sebagai penghibur atau “entertainer”.
• Guru berasumsi bahwa muridnya mempunyai dorongan belajar ditambah dengan harapan mampu menggali sumber belajar. Implikasinya guru harus memberikan kebebasan yang cukup luas kepada murid.
Tipe guru ini dinamakan sebagai guru romantik.

Rabu, 20 Oktober 2010

Pengertian Kurikulum

Menurut UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidika Nasional Pasal 1 ayat 19

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Menurut buku Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah

Pengarang : Dr. h. Nana Sudjana Tahun : 2005

Kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi social anak didik.

Menurut Saya

Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disusun dan di buat sedemikian rupa guna meningkatkan mutu pendidikan dan sekolah atau lembaga lain ikut bertanggung jawab atas jalannya kurikulum tersebut.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam
bagian :
(1) kurikulum sebagai ide;
(2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan
panduan dalam melaksanakan kurikulum;
(3) kurikulum menurut persepsi pengajar;
(4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar
di kelas;
(5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
(6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.


Judul : Kurikulum dan Pengajaran Tahun : 2008

Pengarang : Prof. Dr. S. Nasution, M. A. Halaman : 5

Penerbit : Bumi Aksara

Kurikulum : suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.

Kurikulum : adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.

Judul : Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah

Pengarang : Dr. h. Nana Sudjana Tahun : 2005

Penerbit : Sinar Baru Algensindo Halaman : 3,4,5,7,17

Kurikulum : niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.

Kurikulum adalah niat dan rencana, proses belajar mengajar adalah pelaksanaanya. Dalam proses tersebut ada dua subjek yang terlibat yakni guru dan siswa. Siswa adalah subjek yang dibina dan guru adalah dubjek yang membina.

Curriculum dalam bahasa Yunani kuno berasal dari kata Curir yang artinya pelari; dan Curere yang artinya tempat berpacu. Curriculum di artikan jarak yang harus di tempuh oleh pelari. Dari makna yang terkandung berdasarkan rumusan masalah tersebut kurikulum dalam pendidikan di artikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau disekesaikan anak didik untuk memperoleh ijasah.

Kurikulum adalah program belajar bagi siswa yang disusun secara sistematis dan logis, di berikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar, kurikulum adalah niat, rencana atau harapan.

Kurikulum adalah hasil belajar yang diniati atau intended learning out comes.

Kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi social anak didik.

Kurikulum adalah rencana atau program belajar dan pengajaran adalah pelaksanaan atau operasionalisasi dari rencana atau program.

Kurukulum adalah alat atau saran untuk mencapai tujuan pendidikan melalui proses pengajaran.

Kurikulum adalah sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan untuk anak didik. Artinya, hasil belajar yang diinginkan yang diniati agar dimiliki anak.

Judul :Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek Tahun : 2005

Pengarang : Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata Halaman : 4,5,6

Penerbit : PT Remaja Rosdakarya, Bandung

(Ronald. C. Doll, 1974, Hal 22) The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of course of study and list of subject and courses to all the experience which are offered to learnes unders the auspises or direction of the school.

(Johnson, 1967, hal 130) Kurikulum….a structured series of itended learning out comes.

Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

(Beauchamp, 1968, hal 6) A curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is the plant for education of pupils during their enrollment in given school. Beauchamp lebih memberikan tekanan behwa kurikulum adalah siatu rencana pendidikan atau pengajaran.

Caswel dan Chambell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935), kurikulum….to be composed of all experience children have a under the guidance of teacher.

Zais menjelaskan bahwa kurikulumbukan hanya merupakan rencana tertulis begi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingnkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas.

Menurut Robert S. Zais (1976, hal 3), kurikulum sebagai bidang studi mencakup :1. The range of subject matters with which it is concerned (the substantive structure), and 2. The procedures of inkiuri and practice it follows (the syntactical structure).

Menurut George A. Beaucham (1976 hal 58-59), kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori yaitu teori kurikulum. Selain sebagai bidang studi kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan.

Judul :Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

Pengarang : Dr. Wina Sanjaya, M. Pd.

Tahun : 2005

Halaman : 2-5

Pengertian kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran dapat ditemukan dari definisi yang dikemukakan oleh Robert M. Hutchins (1936) yang menyatakan :

The curriculum should include grammar, reading, the toric and logic, and mathematic and addition at the secondary level introduce the great books of the western world.

Pengertian kurikulum sebagai pengalaman belajar mengandung makna bahwa kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik diluar maupun di dalam sekolah asal kegiatan tersebut berasa di bawah tanggung jawab guru (sekolah).

Dorris Lee dan Murray Lee (1940), menyatakan kurikulum sebagai : Those experience of the child which the school in any way utilizes or attepts to influence.

H.H. Giles S. P, Mc Chutcen dan A. N Zechiel: The curriculum…The total experience with which the school deals in educating young people.

Romine (tokoh pendidikan) 1945

Curriculum interpreted to mean all of the organized courses, activities and experience which pupils have under direction of school wether in the class room or not.

Saylor and Alexander (1956)

The curriculum is the sum total of schools efforts to influence learning, wheter in class room, on the playground, or out of school.

Kurikulum sebagai rencana atau program belajar, Hilda Taba (1962):

A curriculum is a plan for learning therefore, whai is know about the learning process and the development of the individual has bearing on the shaping of the curriculum.

Donald E. Orlasky, Othanel Smith (1978) dan Peter F. Olivva (1982) kurikulum pada dasarnya adalah sebuah perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan sekolah.

http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/16/134-pengertian-kurikulum-lengkap/

Komponen Kurikulum

komponen kurikulum yakni :

a. Perubahan dalam tujuan

Perubahan ini didasarkan kepada pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa. Tanpa tujuan yang jelas, tidaka akan membawa perubahan yang berarti, dan tidak ada petunjuk ke mana pendidikan diarahkan.

b. Perubahan isi dan struktur

Perubahan ini meninjau struktur mata pelajaran -mata pelajaran yang diberikan kepada siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran. Perubahan ini dapat menyangkut isi mata pelajaran, aktivitas belajar anak, pengalaman yang harus diberikan kepada anak, juga organisasi atau pendekatan dari mata pelajaran-mata pelajaran tersebut. Apakah diajarkan secara terpisah-pisah (subject matter curriculum), apakah lebih mengutamakan kegiatan dan pengalaman anak (activity curriculum) atau diadakan pendekatan interdisipliner (correlated curriculum) atau dilihat proporsinya masing-masing jenis ; mana yang termasuk pendidikan umum, pendidikan keahlian, pendidikan akademik dan lain-lain

c. Perubahan strategi kurikulum

Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri yang meliputi perubahan teori belajar mengajar, perubahan sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan, perubahan sistem penilaian hasil belajar.

d. Perubahan sarana kurikulum

Perubahan ini menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantititas, juga sarana material berupa perlengkapan sekolah seperti laboraturium, perpustakaan, alat peraga dan lain-lain

e. Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum

Perubahan ini menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk mengukur/menilai sejauh mana kurikulum berjalan efektif dan efesien, relevan dan produktivitas terhadap program pembelajaran sebagai suatu system dari kutikulum.

Menurut Zahara Ideris (1982) yang dikutip oleh Subandijah (1993 : 77 ) mengemukakan masalah-masalah yang menuntut adanya inovasi pendidikan dan kurikulum di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Perkembangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politil, pendidikan dan kebudayaan.

b. Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung ruang dan fasilitas pendidikan sangat tidak seimbang.

c. Mutu pendidikan yang dirasakan semakin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

d. Kurang adanya relevansi antara program pendidikan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun

e. Belum berkembangnya alat organisasi yang efektif serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang.

4. Akibat-Akibat dari Pembaharuan Kurikulum Sekolah

MENGAPA KURIKULUM BERUBAH

A.Latar Belakang

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal.
Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya . Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan.
Perubahan kurikulum yang terjadi di indonesia dewasa ini salah satu diantaranya adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri selalu tidak tetap. Selain itu, perubahan tersebut juga dinilainya dipengaruhi oleh kebutuhan manusia yang selalu berubah juga pengaruh dari luar, dimana secara menyeluruh kurikulum itu tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh ekonomi, politik, dan kebudayaan. Sehingga dengan adanya perubahan kurikulum itu, pada gilirannya berdampak pada kemajuan bangsa dan negara. Kurikulum pendidikan harus berubah tapi diiringi juga dengan perubahan dari seluruh masyarakat pendidikan di Indonesia yang harus mengikuti perubahan tersebut, karena kurikulum itu bersifat dinamis bukan stasis, kalau kurikulum bersifat statis maka itulah yang merupakan kurikulum yang tidak baik.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba membahas permasalahan yang dihadapi dalam mencari alternatif jawaban ataupun solusi yang bisa dipecahkan bersama sehingga dapat terwujud pemahaman mengenai perubahan kurikulum.

B. Perubahan Kurikulum
Menurut soetopo dan soemanto (1991: 38), pengertian perubahan kurikulum agak sukar untuk dirumuskan dalam suatu devinisi. Suatu kurikulum disebut mengalami perubahan bila terdapat adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum antara dua periode tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha yang disengaja.
Sedangkan menurut nasution (2009:252), perubahan kurikulum mengenai tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu . Mengubah kurikulum sering berarti turut mengubah manusia, yaitu guru, pembina pendidikan, dan mereka-mereka yang mengasuh pendidikan. Itu sebab perubahan kurikulum dianggap sebagai perubahan sosial, suatu social change. Perubahan kurikulum juga disebut pembaharuan atau inovasi kurikulum.

Mengenai makna perubahan kurikulum, bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses belajar mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan. Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu di revisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang dalam kenyataan terjadi dengan murid didalam kelas. Kurikulum dalam arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun rincinya dirrencanakan, karena dalam interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungannya dengan kepribadian guru.
Kurikulum yang formal mengubah pedoman kurikulum, relatif lebih terbatas dari pada kurikulum yang riil. Kurikulum yang riil bukan sekedar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas , ruang olahraga, warung sekolah, tempat bermain, karya wisata , dan banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih pelik , sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum disini berarti mengubah semua yang terlibat didalamnya, yaitu guru sendiri, murid , kepala sekolah, penilik sekolah juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan, bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change is social change.

C. Jenis-Jenis Perubahan
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991:39-40), Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian-sebagian , tapi dapat pula bersifat menyeluruh.
a. Perubahan sebagian-sebagian
Perubahan yang terjadi hanya pada komponen (unsur) tentu saja dari kurikulum kita sebut perubahan yang sebagian-sebagian. Perubahan dalam metode mengajar saja, perubahan dalam itu saja, atau perubahan dalam sistem penilaian saja, adalah merupakan contoh dari perubahan sebagian-sebagian.
Dalam perubahan sebagian-sebagian ini, dapat terjadi bahwa perubahan yang berlangsung pada komponen tertentu sama sekali tidak berpengaruh terhadap komponen yang lain. Sebagai contoh, penambahan satu atau lebih bidang studi kedalam suatu kurikulum dapat saja terjadi tanpa membawa perubahan dalam cara (metode) mengajar atau sistem penilaian dalam kurikulum tersebut. Ubahan
b. Perubahan menyeluruh
Disamping secara sebagian-sebagian, perubahan suatu kurikulum dapat saja terjadi secara menyeluruh . artinya keseluruhan sistem dari kurikulum tersebut mengalami perubahan mana tergambar baik didalam tujuannya, isinya organisasi dan strategi dan pelaksanaannya.
Perubahan dari kurikulum1968 menjadi kurikulum 1975 dan 1976 lebih merupakan perubahan kurikulum secara menyeluruh. Demikian pula kegiatan pengembangan kurikulum sekolah pembangunan mencerminkan pula usaha perubahan kurikulum yang bersifat menyeluruh. Kurikulum 1975 dan 1976 misalnya , pengembangan , tujuan, isi, organisasi dan strategi pelaksanaan yang baru dan dalam banyak hal berbeda dari kurikulum sebelumnya.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan kurikulum
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991:40-41), ada sejumlah faktor yang dipandang mendorong terjadinya perubahan kurikulum pada berbagai Negara dewasa ini.
Pertama, bebasnya sejumlah wilayah tertentu di dunia ini dari kekuasaan kaum kolonialis. Dengan merdekanya Negara-negara tersebut, mereka menyadari bahwa selama ini mereka telah dibina dalam suatu sistem pendidikan yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita nasional merdeka. Untuk itu , mereka mulai merencanakan adanya perubahan yang cukup penting di dalam kurikulum dan sistem pendidikan yang ada.
Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sekali. Di satu pihak , perkembangan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah menghasilkan diketemukannya teori-teori yang lama . Di lain pihak, perkembangan di dalam ilmu pengetahuan psikologi, komunikasi, dan lain-lainnya menimbulkan diketemukannya teori dan cara-cara baru di dalam proses belajar mengajar. Kedua perkembangan di atas , dengan sendirinya mendorong timbulnya perubahan dalam isi maupun strategi pelaksanaan kurikulum.
Ketiga, pertumbuhan yang pesat dari penduduk dunia . dengan bertambahnya penduduk, maka makin bertambah pula jumlah orang yang membutuhkan pendidikan. Hal ini menyebabkan bahwa cara atau pendekatan yang telah digunakan selama ini dalam pendidikan perlu ditinjau kembali dan kalau perlu diubah agar dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan yang semakin besar. Ketiga faktor di atas itulah yang secara umum banyak mempengaruhi timbulnya perubahan kurikulum yang kita alami dewasa ini.

E. Sebab-Sebab Kurikulum Itu Diubah
Kurikulum itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat berubah secara fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi Negara yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang menyeluruh.
Kurikulum juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran. Misalnya pada tahun 30-an sebagai pengaruh golongan progresif di USA tekanan kurikulum adalah pada anak, sehingga kurikulum mengarah kepada child-centered curriculum sebagai reaksi terhadap subject-centered curriculum yang dianggap terlalu bersifat adult dan society-centered. Pada tahun 40-an , sebagai akibat perang, asas masyarakatlah yang diutamakan dan kurikulum menjadi lebih society-centered. Pada tahun 50-an dan 60-an, sebagai akibat sputnik yang menyadarkan Amerika Serikat akan ketinggalan dalam ilmu pengetahuan, para pendidik lebih cenderung kepada kurikulum yang discipline-centered, yang mirip kepada subject-centered curriculum. Tampaknya seakan-akan orang kembali lagi kepada titik semula. Akan tetapi, lebih tepat, bila kita katakan, bahwa perkembangan kurikulum seperti spiral, tidak sebagai lingkaran, jadi kita tidak kembali kepada yang lama, tetapi pada suatu titik di atas yang lama.
Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat pendirian baru mengenai proses belajar, sehingga timbul bentuk-bentuk kurikulum seperti activity atau experience curriculum, programmed instruction, pengajaran modul, dan sebagainya.
Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan dan lain-lain mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini akan senantiasa dihadapi oleh setiap kurikulum , betapapun relevannya pada suatu saat.
Maka karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikan anak-anak dan demikian fungsi kurikulum itu sendiri. Biasanya perubahan satu asas akan memerlukan perubahan keseluruhan kurikulum itu.

F. Kesulitan-Kesulitan Dalam Perubahan Kurikulum
Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaharuan. Ide yang baru tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktikan secara umum di sekolah-sekolah.
Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk golongan itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada kalanya karena cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tak semua orang suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada pula kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan administrative. Guru itu hanya diharapkan mengikuti instruksi atasan.
Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang mencetuskannya. Dengan meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaharuan yang telah dimulainya itu.
Dalam pembaharuan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih “mudah” daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun telah dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam penyebarluasannya, oleh sebab harus melibatkan banyak orang dan mungkin memerlukan perubahan struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan.
Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak jarang pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang sudah lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru sebelum terbukti kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharuan kurikulum adalah sifat yang sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang timbul pada suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.

G. Strategi kepemimpinan Dalam Perubahan Kurikulum
Strategi dimaksud rencana serangkaian usaha untuk mencapai tujuan , dalam hal ini perubahan kurikulum. Untuk mengubah kurikulum dapat diikuti strategi yang berikut :
a. Mengubah seluruh sistem pendidikan yang hanya dapat dilakukan oleh pusat yakni Depdikbud karena mempunyai wewenang penuh untuk mengadakan perubahan kurikulum secara total. Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan secara uniform di seluruh Negara. Usaha besar-besaran ini hanya dapat dikoordinasi oleh pusat dengan memberikan pernyataan kebijaksanaan, petunjuk-petunjuk pelaksanaan dan buku pedoman. Strategi ini sangat ekonomis mengenai waktu dan tenaga bila mengadakan perubahan kurikulum secara uniform dan menyeluruh.
b. Mengubah kurikulum tingkat lokal
Kurikulum yang nyata, yang riil, hanya terdapat di mana guru dan murid berada, yakni sekolah dan dalam kelas. Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang sesungguhnya . Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang sesungguhnya . Dalam kelas kurikulum menjadi hidup, bukan hanya secarik kertas. Dalam menghadapi anak, mau tak mau setiap guru akan menghadapi masalah yang harus diatasinya. Dalam pelaksanaan kurikulum dalam kelas terhadap murid yang berbeda-beda, tak dapat tiada guru harus mengadakan penyesuaian. Bagaimanapun ketatnya perincian kurikulum , guru selalu mendapat kesempatan untuk mencobakan pikirannya sendiri. Pedoman kurikulum hanya dapat dijiwai oleh guru dan pribadi guru terjalin erat dengan cara ia melaksanakan kurikulum itu. Kelaslah yang menjadi garis depan perubahan dan perbaikan kurikulum.
Dibawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat seluruh staf, atau setiap tingkatan atau bidang studi. Rapat-rapat mengenai perbaikan kurikulum sebaiknya dilakukan secara kontinu oleh sebab tujuannya tidak diperoleh sekaligus. Perbaikan sesungguhnya akan terjadi bila guru sendiri menyadari kekurangannya, ada kalanya atas pemikirannya sendiri, atau interaksinya dengan siswa dan dalam diskusi dengan teman guru lainnya. Usaha perbaikan yang dijalankan oleh guru-guru memerlukan kordinasi kepala sekolah.
Perubahan kurikulum di sekolah tidak berarti bahwa sekolah itu menyendiri dan melepaskan diri dari kurikulum resmi. Sekolah itu tetap bergerak dalam rangka kurikulum resmi yang berlaku akan tetapi berusaha untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan anak dan lingkungannya serta berusaha untuk meningkatkannya. Ada menyebutnya “kurikulum plus”. Kurikulum resmi hanya memberikan kurikulum minimal yang diharapkan harus dicapai oleh segenap siswa di seluruh Indonesia. Sama sekali tidak dilarang memberi bahan yang lebih mendalam dan luas bagi anak-anak yang berbakat. Adanya perbedaan antara apa yang diajarkan disuatu sekolah tidak perlu mempersulit anak pindah sekolah, selama sekolah itu mengajarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip atau struktur ilmu, sedangkan isinya secara detail tidak esensial.
c. Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan staf.
Dianggap bahwa kurikulum sekolah akan mengalami perbaikan jika mutu guru ditingkatkan. In-service training dianggap lebih formal , dengan rencana yang lebih ketat dan diselenggarakan atas instruksi pihak atasan. Pengembangan staf atau staff development lebih tak formal, lebih bebas disesuaikan dengan kebutuhan guru. Guru misalnya dapat disuruh mengobservasi dan menilai dirinya mengajar yang telah divideo-tape. Apa yang dipelajari dalam inservice dan pengembangan staf hendaknya dipraktikkan.
d. Supervisi
Dahulu penilik sekolah mengunjungi sekolah untuk mengadakan inspeksi dan memberi penilaian terhadap guru dan sekolah. Kedatangannya dipandang sebagai hari mendung penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan segala macam tipu muslihat. Kini pengertian supervisi sudah berubah. Tujuannya ialah membantu guru mengadakan perbaikan dalam pengajaran. Supervisi adalah member pelayanan kepada guru untuk memperoleh proses belajar-mengajar yang lebih efektif. Bila dirasa perlu penilik sekolah dapat memberikan demonstrasi bagaimana melaksanakan suatu metode baru. Seorang penilik sekolah harus senantiasa mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar modern dan dapat pula menerapkannya. Ialah sebenarnya hulubalang dalam modernisasi pendidikan.
e. Reorganisasi sekolah
Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin merombak seluruh cara mendidik di sekolah itu dengan menerima cara yang baru sama sekali. Hal ini antara lain dapat terjadi bila sekolah itu akan menjalankan misalnya team teaching , non-grading , metode unit, open school, dan lain-lain yang memerlukan perubahan dalam semua aspek pengajaran, seperti bentuk ruangan, fasilitas , penjadwalan , tugas guru, kegiatan siswa , administrasi, dan sebagainya. Hal serupa ini akan jarang terdapat di negara kita dewasa ini , kecuali bila diadakan eksperimen dengan metode baru, misalnya pengajaran modul.
f. Eksperimentasi dan penelitian
Negara kita tidak tertutup bagi macam-macam pembaruan dalam pendidikan. Kemajuan komunokasi dan transport membuka pendidikan kita bagi berbagai pengaruh di bagian lain dunia ini. Cirri kemajuan ialah perubahan dan perbaikan, juga dalam bidang pendidikan di sekolah. Penelitian atau research pendidikan belum cukup dilakukan di Negara kita ini. Biasanya penelitian tidak langsung dapat ditetapkan dan melalui fase yang lama sebelum diterima secara umum.
Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah eksperimentasi, yakni mencobakan metode atau bahan baru. Pada dasarnya setiap kurikulum baru harus diujicobakan lebih dahulu sebelum disebarkan di semua sekolah. Risiko pembaruan kurikulum tanpa uji coba sangat besar, dapat menghamburkan biaya dan tenaga yang banyak, tanpa jaminan bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan.
Percobaan metode baru dilakukan secara berkala, antara lain sekolah pembangunan yang kemudian menjadi PPSI cukup dikenal, sayang tidak berbekas selanjutnya. Demikian pula CBSA dan “muatan lokal” diuji cobakan selain percobaan lainnnya.
Secara kecil-kecilan yang tidak sistematis, sebenarnya tiap guru pernah mengadakan eksperimentasi. Bila misalnya ada murid yang suka ribut dalam kelas, menempatkannya di bangku paling depan, dengan hipotesis, bahwa dengan pengawasan yang lebih ketat murid itu akan berubah kelakuannya. Ada guru yan g menganjurkan anak yang ketinggalan agar belajar bersama dengan murid yang pandai, atau guru memberi tanggung jawab kepada murid yang nakal. Bila diselidiki boleh dikatakan bahwa tiap guru pernah melakukan percobaan kecil-kecilan seperti ini, bila ia menghadapi suatu kesulitan dan mencari jalan untuk mengatasinya.
Penelitian adalah cara yang secara sistematis mengikuti langkah-langkah tertentu untuk memecahkan suatu masalah. Biasanya guru jarang melakukannya. Yang banyak dilakukan guru ialah percobaan kecil-kecilan yang kurang sistematis bila ia menyadari adanya masalah yang dihadapinya dan berniat untuk mengatasinya. Masalah akan timbul, bila guru itu mengadakan evaluasi tentang pekerjaannya sendiri, dan selain itu peka terhadap kritik dari dunia luar, melihat kekurangan pendidikan berdasarkan ebtanas atau evaluasi lainnya, dan umumnya bila merasa kurang puas dengan apa yang dilakukannya.
Perbaikan kurikulum pada hakikatnya terjadi dalam kelas dan dalam hal ini guru memegang peranan yang paling utama. Maka guru harus lebih menyadari peranannya sebagai pengembang kurikulum.

Referensi:

Nasution. 2009. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Soetopo dan Soemanto. 1991. Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara.
Soemantri, Hermana. 1993. Perekayasaan Kurikulum. Bandung: Angkasa.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Depdiknas. 2005.

Sumber: http://yherpansi.wordpress.com/2010/05/08/70/